Ketika Mantan Napi Terorisme Poso Bicara Harga Diri Umat Islam
KIBLAT.NET, Poso â" Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil bekerja sama dengan Pusat Studi Timur Tengah dan Perdamaian Global UIN Jakarta mengadakan Workshop âPena…
KIBLAT.NET, Poso â" Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil bekerja sama dengan Pusat Studi Timur Tengah dan Perdamaian Global UIN Jakarta mengadakan Workshop âPenanganan Radikalisme dan Strategi Memperkuat Peran Pemuda dalam Pembangunan Perdamaian di Posoâ. Acara yang didukung UNDP (United Nation Development Programme) ini bertempat di Hotel Kartika Poso pada Selasa (23/01/2018).
Ketua III Bagian Kemahasiswaan STAI Poso, Ibrahim Ismail mengatakan bahwa pandangan tentang Poso ke depan haruslah lebih adil dan profesional dalam segala hal. Termasuk memberikan legalitas izin lembaga pendidikan Islam. Ia melihat ketidakadilan itu belum tampak.
âDalam membangun kedamaian harus ada keadilan pemerintah membanngun institusi pendidikan antara umat Islam dengan umat Kristen. Pondok pesantren begitu sangat lama disetujui pembangunannya. Padahal izin operasional (berada) di bawah langsung Bupati Poso,â ujarnya.
Sementara itu, Ketua LSM Celebes Intitute, Adriani Badra mengatakan masalah radikalisme di Poso tidak hanya bisa diselesaikan dengan penelitian-penelitian. Tetapi membutuhkan kerja nyata untuk membangun Poso dan program deradikalisasi.
âPoso tidak butuh peneliti, tapi Poso butuh penanganan, solusi,â kata Adriani yang juga istri mantan napi terorisme Poso itu.
Sekitar 100 orang peserta dari berbagai kalangan dan lintas agama hadir dalam acara ini. Selain menghadirkan narasumber dari UIN Jakarta, beberapa mantan napi terorisme Poso juga ikut berbicara, di antaranya Iin Brur Bonesompe dan Hasanuddin.
BACA JUGA Penuhi Panggilan Polisi, Ustadz Zulkifli Dilepas Haru Para JemaahTak seperti narsum-narsum sebelumnya, ketika keduanya berbicara, muncul sejumlah pertanyaan dari peserta workshop. Seorang pelajar MAN Poso bertanya mengapa saat ini setiap kasus -khususnya dari kalangan pelajar yang terjaring kasus terorisme- sebagian besar memiliki cita-cita menggantikan Pancasila dengan syariat Islam.
Pertanyaan ini langsung dijawab oleh Hasanuddin. Ia mengatakan bahwa ketika umat Kristen diberi hak menjalankan dan mengamalkan ajarannya, maka umat Islam (seharusnya) juga memiliki hak yang sama. Menurutnya hal ini tidak bertentangan dengan Pancasila.
âSaya tanya semuanya di sini, jika umat Kristiani yang beriman ingin menjalankan aturan agamanya itu, boleh atau tidak? Nah itu dia. Jadi umat Islam tentu boleh juga mengamalkan ajarannya dan ini tidak bertentangan dengan Pancasila. Lah, wong Pancasila itu lahir dari Islam,â tuturnya.
Lalu ketika ia ditanya tentang sikap atau kiat agar bisa diterima di masyarakat, Hasanuddin menjawabnya dengan lugas. Ia menunjukkan bahwa para napi terorisme dapat diterima karena menghasilkan âkaryaâ.
âAnda lihat saja, saat ini saya bicara di depan ini lagi ngapain? Ini bukti bahwa kami diterima di masyarakat. Selain itu kami juga aktif di bidang pendi dikan, sosial kemanusiaan dan dakwah, jadi kami betul-betul berkarya,â ungkap Hasanuddin.
âAsal jangan mencubit atau menyakiti kami umat Islam, tentu kami pantang mundur dalam hal itu. Saat ini kami (memang) tidak lagi menenteng senjata, saat ini kami menenteng pena, sekop, kamera. Nah, ini juga untuk kemajuan masyarakat, bangsa dan negara,â sambungnya.
BACA JUGA Ombudsman: Ada Maladministrasi Terkait Rencana Impor BerasReporter: Ahmad Sutedjo
Editor: M. Rudy
Tidak ada komentar